Setiap orang punya rejeki
masing-masing, punya jalan hidup masing-masing, punya pemikiran yang berbeda
satu sama lain, punya cara pandang yang gak tentu sama. Anak kembar aja yg bisa
dikatakan “sama” , punya banyak perbedaan.
![]() |
Berbeda itu indah | Source : Flickr |
Ketika hal itu disadari, dan
diterima sepenuh hati, seharusnya pertanyaan dan pernyataan seperti :
“ Kapan wisuda? “
“ kok rangkingnya lebih jelek di
bandingkan si B” ?
“ Kapan dapat kerja? “
“ kok udah kuliah tinggi-tinggi,
kerjanya serabutan? “
“ Kapan nikah / punya anak /
punya anak lagi ? “
Dan ketika ada yang nimpali
dengan “ kapan mati? “ yang nanya bisa memerah muka menahan marah. Ada yang
aneh kah dengan pertanyaan terakhir ini? Seirama bukan dengan
pertanyaan-pertanyaan sebelumnya?
Dalam sebuah reality show
Amerika, pesertanya adalah keturunan korea selatan yang udah dari kapan
tau netap di US. Sekalinya pulang ke negara asal, teman ibunya bilang, “ si
anak bagusnya di oplas bagian a, b , c “. Maksudnya buat menyesuaikan dengan
standar cakep / normalnya korea. Miris. Belakangan komentar-komentar itu hilang
karena si anak udah jadi orang sukses. Lebih miris lagi. Karena ternyata maksud
berubah jadi cakep itu adalah supaya si anak dapat survive nantinya, sukses
dengan modal tampang setidaknya.
Cerita lainnya..
Ada 3 bersaudara. Yang pertama
SMU, termasuk juara kelas dan jago science, anak kedua SMP, punya kelebihan di
seni dan kerajinan tangan. Anak ke 3, SD kelebihan di sana-sini, dan cenderung
menonjol di bagian Science juga. Pemikiran orang dulu, science lah yang
terbaik, jurusan lain gak ada gunanya. Jadilah si anak diberikan kelas tambahan
agar mampu mengejar ketinggalan-ketinggalan di pelajaran matematika dsb.
Hasilnya? Sang anak justru semakin kewalahan dengan beban belajar. Ada yang
salah dengan minat di bidang yang berbeda dari kebanyakan? IPA bukanlah nilai mutlak
yang harus bisa dikuasai seseorang.
Layaknya sebuah kebiasaan yang
salah, yang secara sengaja ataupun tidak diwariskan ke generasi berikutnya.
Sudah sepantasnya hal-hal seperti itu diputuskan mata rantainya, agar tidak
menjadi warisan nantinya.
![]() |
Saling bergandengan | Src : Nababan |
Seperti bullying yang dilakukan senior kepada
juniornya. Karena sakit hati, juniornya akan mengulang yang sama ke juniornya
di periode berikutnya. Begitu seterusnya. Mau sampai kapan budaya-budaya gak
baik ini diwariskan, secara turun menurun ke generasi berikutnya. Setidaknya
berfikirlah, “ I don’t want it to happen to me, so I am not expecting this
thing to happen to anyone”
Aku, Kamu, Kita, semua berbeda.
Semirip-miripnya kita pun, pasti ada perbedaan. Mempertanyakan kenapa nasib si
A berbeda dengan si B, kenapa si A lebih sukses dari si B, mengkritik si A
karena belum bisa mencapai suatu posisi dalam masyarakat seperti si B, si C dan
si D.
Tidak ada yang salah dengan
menjadi sesuatu yang berbeda. Justru perbedaan membuat kehidupan kita lebih
berwarna-warni. Begitu seharusnya.
Setiap insan yang dilahirkan ke dunia ini memiliki keunikan telah sendiri. Maka menghargai keunikan itu akan menjadikan dunia ini lebih berwarna.
ReplyDeleteSuka sekali anologi di post ini ka Myra. I know what you are feeling now. Trust me, Allah has created something best and nice for you/us.
Semoga Allah mudahkan segala urusan yaaa
Www.aulaandika.com